Unik tapi Nyata -Wali Songo meninggalkan kisah yang menyejukkan tapi juga menarik hati. Seperti Masjid Tiban di Jatim, yang konon dibangun hanya dalam semalam.
Masjid warisan Sunan Ampel di Jatim bukan hanya di kawasan Ampel. Di Jalan Kembang Kuning Surabaya juga ada sebuah masjid yang dibangun oleh Sunan Ampel, yakni Masjid Tiban. Kini masjid ini jadi destinasi religi menarik selain Masjid Ampel.
Sejarah penyebaran Islam di Surabaya masih meninggalkan jejak. Terutama karena peran serta Raden Rahmad atau yang dikenal dengan nama Sunan Ampel.
Salah satu dari sembilan wali ini memiliki banyak napak tilas di Surabaya. Salah satunya adalah Masjid Rahmat di kawasan Jalan Kembang Kuning, Surabaya.
Tidak banyak yang tahu, bahwa cikal bakal Masjid Rahmat yang megah itu ternyata dulunya adalah sebuah pondok kecil. Bahkan pondok kecil ini lebih menyerupai mushala yang terbuat dari bambu.
Sebelum mendirikan Masjid Ampel Surabaya, Raden Rahmat diketahui pernah mendirikan sebuah Langgar kecil di Kawasan Kembang Kuning Surabaya.
Langgar tersebut saat ini telah berubah menjadi bangunan masjid besar yang dikenal dengan nama Masjid Rahmat Surabaya. Langgar kecil itu dibangun oleh Raden Rahmat ketika Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Prabu Brawijaya V.
Langgar yang dibangun beliau kala itu dijadikan sebagai pusat syiar Islam di kawasan Kembang Kuning. Bisa dikatakan, Langgar Rahmat inilah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Ampel.
Dari tahun ke tahun Langgar Rahmat yang dulu terbuat dari bilik bambu ternyata mengalami pemugaran dan dijadikan masjid. Masjid kecil ini berdiri sekitar tahun 1950-an. Sedangkan bangunan yang ada saat ini dibangun di tahun 1963 dan berdiri hingga sekarang.
Masjid Rahmat Kembang Kuning yang merupakan masjid tertua memiliki keunikan atau ciri khas yang tidak dimiliki oleh masjid lain.
Masjid Rahmat memiliki kiblat atau arah sholat yang langsung tepat dengan Masjidil Haram atau tepat menuju ka’bah Mekkah di Arab Saudi.
Dulu waktu ada polemik penentuan arah kiblat di Masjid Rahmat Kembang Kuning. Tapi tiba-tiba terjadi pergeseran di tempat pengimaman dan kemudian sempat dilakukan pengukuran.
Dari pengukuran yang dilakukan, tim dari pemerintah sempat heran, karena mihrab masjid pas dengan Mekkah. Tidak ada pergeseran sama sekali.
Tidak hanya pengukuran yang dilakukan pemerintah yang mengherankan itu. Ketika mihrab masjid dilakukan pengukuran dengan teknologi yang lebih canggih sekalipun, pergeseran juga tidak terlihat pada masjid peninggalan salah satu anggota Wali Songo ini.
Selain arah kiblat yang lurus sejajar dengan Ka’bah, Masjid Rahmat juga menjadi patokan waktu shalat bagi masjid-masjid lain di Surabaya dan sekitarnya.
Menurut Kitab Pengging Teracah, Raja Brawijaya (penguasa Majapahit) memberikan wilayah kepada Samputoalang atau Raden Ahmad Rahmatullah (nama asli Sunan Ampel). Tujuannya untuk menyebarkan agama Islam di bagian utara tanah kekuasaan Majapahit.
Dalam perjalanan menyebarkan agama Islam di wilayah utara, Sunan Ampel disertai beberapa pengikut. Beberapa di antara mereka ada pengikut setianya bernama Ki Wirosaroyo. Ki Wirosaroyo sebelumnya beragama Hindu.
Kebetulan ia punya anak gadis bernama Karimah yang kemudian dipersunting Sunan Ampel. Dari hasil pemikahan ini, pasangan tersebut dikaruniai dua orang putri, yakni Siti Mustosima dan Siti Murtosiah.
Lalu dua putri Sunan Ampel ini, Siti Mustosima atau Dewi Mursimah, menikah dengan Sunan Kalijaga, sedangkan Siti Murtosiah atau juga disebut Dewi Murtasiah menikah dengan Sunan Giri.
Sesampai di Surabaya di Kademangan Cemoro Sewu, Sunan Ampel lebih dulu membangun tempat ibadah. Tempat ibadah yang didirikan Sunan Ampel bersama Ki Wirosaroyo ini, berbentuk mushala kecil.
Konon langgar atau musala ini dibangun hanya butuh waktu semalam. Di kawasan sekitar bangunan mushala banyak tumbuh bunga berwarna kuning. Â
Sehingga pada pagi harinya masyarakat sangat terkejut dengan keberadaan mushala tersebut. Maka masyarakat sekitar kemudian menyebutnya Langgar Tiban (Langgar Kembang Kuning). Â
Mushala ini sudah direnovasi total menjadi Masjid Rahmat. Renovasi total dimaksudkan karena takut akan adanya pengkultusan yang dikhawatirkan akan menjurus pada perbuatan sirik.
Setelah itu, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan menyebarkan agama Islam di wilayah Surabaya Utara. Sempat pula membangun tempat ibadah di Kampung Penilih Surabaya.
Setelah itu kemudian membangun masjid di Ampel Dento yang dikenal dengan nama Masjid Ampel seperti sekarang ini.
Bagi Anda atau traveler yang ingin mengunjungi masjid ini bila menggunakan kendaraan umum dari terminal bus antar kota Purabaya, Bungurasih. Anda bisa naik bus kota jurusan Blauran atau Tugu Pahlawan.
Atau bila dari Terminal Joyoboyo, traveler bisa naik angkot lyn D jurusan Pasar Turi. Bus dan angkot tersebut akan melewati Jalan Diponegoro Surabaya.
Dari Jalan Raya Diponegoro lokasi Masjid Rahmat berjarak kira-kira 200 meteran. Sedangkan makam Karimah dan Ki Wirosaroyo berada di kawasan Kembang Kuning yang tidak jauh dari Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya.
Masjid warisan Sunan Ampel di Jatim bukan hanya di kawasan Ampel. Di Jalan Kembang Kuning Surabaya juga ada sebuah masjid yang dibangun oleh Sunan Ampel, yakni Masjid Tiban. Kini masjid ini jadi destinasi religi menarik selain Masjid Ampel.
Sejarah penyebaran Islam di Surabaya masih meninggalkan jejak. Terutama karena peran serta Raden Rahmad atau yang dikenal dengan nama Sunan Ampel.
Salah satu dari sembilan wali ini memiliki banyak napak tilas di Surabaya. Salah satunya adalah Masjid Rahmat di kawasan Jalan Kembang Kuning, Surabaya.
Tidak banyak yang tahu, bahwa cikal bakal Masjid Rahmat yang megah itu ternyata dulunya adalah sebuah pondok kecil. Bahkan pondok kecil ini lebih menyerupai mushala yang terbuat dari bambu.
Sebelum mendirikan Masjid Ampel Surabaya, Raden Rahmat diketahui pernah mendirikan sebuah Langgar kecil di Kawasan Kembang Kuning Surabaya.
Langgar tersebut saat ini telah berubah menjadi bangunan masjid besar yang dikenal dengan nama Masjid Rahmat Surabaya. Langgar kecil itu dibangun oleh Raden Rahmat ketika Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Prabu Brawijaya V.
Langgar yang dibangun beliau kala itu dijadikan sebagai pusat syiar Islam di kawasan Kembang Kuning. Bisa dikatakan, Langgar Rahmat inilah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Ampel.
Dari tahun ke tahun Langgar Rahmat yang dulu terbuat dari bilik bambu ternyata mengalami pemugaran dan dijadikan masjid. Masjid kecil ini berdiri sekitar tahun 1950-an. Sedangkan bangunan yang ada saat ini dibangun di tahun 1963 dan berdiri hingga sekarang.
Masjid Rahmat Kembang Kuning yang merupakan masjid tertua memiliki keunikan atau ciri khas yang tidak dimiliki oleh masjid lain.
Masjid Rahmat memiliki kiblat atau arah sholat yang langsung tepat dengan Masjidil Haram atau tepat menuju ka’bah Mekkah di Arab Saudi.
Dulu waktu ada polemik penentuan arah kiblat di Masjid Rahmat Kembang Kuning. Tapi tiba-tiba terjadi pergeseran di tempat pengimaman dan kemudian sempat dilakukan pengukuran.
Dari pengukuran yang dilakukan, tim dari pemerintah sempat heran, karena mihrab masjid pas dengan Mekkah. Tidak ada pergeseran sama sekali.
Tidak hanya pengukuran yang dilakukan pemerintah yang mengherankan itu. Ketika mihrab masjid dilakukan pengukuran dengan teknologi yang lebih canggih sekalipun, pergeseran juga tidak terlihat pada masjid peninggalan salah satu anggota Wali Songo ini.
Selain arah kiblat yang lurus sejajar dengan Ka’bah, Masjid Rahmat juga menjadi patokan waktu shalat bagi masjid-masjid lain di Surabaya dan sekitarnya.
Menurut Kitab Pengging Teracah, Raja Brawijaya (penguasa Majapahit) memberikan wilayah kepada Samputoalang atau Raden Ahmad Rahmatullah (nama asli Sunan Ampel). Tujuannya untuk menyebarkan agama Islam di bagian utara tanah kekuasaan Majapahit.
Dalam perjalanan menyebarkan agama Islam di wilayah utara, Sunan Ampel disertai beberapa pengikut. Beberapa di antara mereka ada pengikut setianya bernama Ki Wirosaroyo. Ki Wirosaroyo sebelumnya beragama Hindu.
Kebetulan ia punya anak gadis bernama Karimah yang kemudian dipersunting Sunan Ampel. Dari hasil pemikahan ini, pasangan tersebut dikaruniai dua orang putri, yakni Siti Mustosima dan Siti Murtosiah.
Lalu dua putri Sunan Ampel ini, Siti Mustosima atau Dewi Mursimah, menikah dengan Sunan Kalijaga, sedangkan Siti Murtosiah atau juga disebut Dewi Murtasiah menikah dengan Sunan Giri.
Sesampai di Surabaya di Kademangan Cemoro Sewu, Sunan Ampel lebih dulu membangun tempat ibadah. Tempat ibadah yang didirikan Sunan Ampel bersama Ki Wirosaroyo ini, berbentuk mushala kecil.
Konon langgar atau musala ini dibangun hanya butuh waktu semalam. Di kawasan sekitar bangunan mushala banyak tumbuh bunga berwarna kuning. Â
Sehingga pada pagi harinya masyarakat sangat terkejut dengan keberadaan mushala tersebut. Maka masyarakat sekitar kemudian menyebutnya Langgar Tiban (Langgar Kembang Kuning). Â
Mushala ini sudah direnovasi total menjadi Masjid Rahmat. Renovasi total dimaksudkan karena takut akan adanya pengkultusan yang dikhawatirkan akan menjurus pada perbuatan sirik.
Setelah itu, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan menyebarkan agama Islam di wilayah Surabaya Utara. Sempat pula membangun tempat ibadah di Kampung Penilih Surabaya.
Setelah itu kemudian membangun masjid di Ampel Dento yang dikenal dengan nama Masjid Ampel seperti sekarang ini.
Bagi Anda atau traveler yang ingin mengunjungi masjid ini bila menggunakan kendaraan umum dari terminal bus antar kota Purabaya, Bungurasih. Anda bisa naik bus kota jurusan Blauran atau Tugu Pahlawan.
Atau bila dari Terminal Joyoboyo, traveler bisa naik angkot lyn D jurusan Pasar Turi. Bus dan angkot tersebut akan melewati Jalan Diponegoro Surabaya.
Dari Jalan Raya Diponegoro lokasi Masjid Rahmat berjarak kira-kira 200 meteran. Sedangkan makam Karimah dan Ki Wirosaroyo berada di kawasan Kembang Kuning yang tidak jauh dari Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya.
0 Response to "Masjid yang Dibangun Semalam"
Post a Comment